Friday, March 29, 2013

Apa Kata Mereka Tentang Asuransi

Penyesalan yang paling menyedihkan pada saat kita kehilangan orang - orang yang kita cintai, bukanlah hanya hilangnya rasa kebersamaan dan kehilangan mereka secara fisik saja, tapi adalah kehilangan kesempatan untuk berbuat sesuatu yang terbaik, baik itu sifatnya penghormatan, aktualiasasi dari rasa terima kasih atau balas budi atau yang sudah merupakan suatu kewajiban kepada orang - orang yang lebih tua semasa mereka hidup.

Berikut ini adalah beberapa testimonial pilihan dari sebagian prospek dan klien saya, seputar manfaat asuransi atau tentang pengalaman mereka dengan orang - orang yang mereka cintai.


Bapak HN, 37 tahun, Pegawai Negeri, Kampung Sawah Ciputat, Tangerang Selatan, Banten - "Saya seorang pegawai negeri, saya senang menjadi pegawai negeri karena merupakan cita - cita saya sebagai pengabdian kepada negara. Kami berlima, saya, istri saya dan ketiga anak saya, usia anak saya yang paling kecil masih 1 tahun. Kalau pegawai negeri, kesejahteraan sosial dan kesehatan hanya diperuntukkan bagi 1 istri dan 2 orang anak, jadi anak saya yang paling kecil ini adalah anak swasta. Saya ingin dia (anak bungsunya) juga mendapatkan jaminan sosial dan kesehatan yang sama, bisa tumbuh dengan baik, mengenyam pendidikan yang berkualitas dan memiliki hak yang sama dengan kedua kakaknya. Walaupun istri saya bekerja di perusahaan swasta, namun masa depan anak - anak saya adalah tanggungjawab yang selalu ada dipundak saya sebagai ayahnya sampai dia (anak bungsunya) bisa mandiri."

Bapak S, 64 tahun, Pengusaha Mebel, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten - "Istri saya telah mengidap penyakit Diabetes Mellitus sejak 10 tahun yang lalu, saya ingin dia selalu sehat dan tetap ceria sama seperti pada saat saya bertemu dengannya. Saya tetap rawat dia walaupun dirinya (istrinya) tidak pernah ambil pusing dan mengeluh dengan penyakit yang dideritanya. Saat ini dia (istrinya) tidak pernah masuk rumah sakit, bisa beraktifitas seperti biasa dan tetap mengkonsumsi vitamin yang dapat mengontrol kadar gulanya dan hidup normal. Uang yang banyak tidak dapat membahagian saya, jika bagian dari kehidupan saya ada yang tidak merasakan kebahagiaan tersebut bersama - sama. Saya ingin dia memiliki asuransi kesehatan, namum sudah beberapa asuransi tidak bisa menerima pengajuan asuransinya, saya sudah merasa sudah cukup tua untuk bisa memberikan lebih dibandingkan pada saat saya masih muda dulu, oleh karena itu saya ingin ada asuransi yang bisa menjamin perawatan kesehatannya jika saya sudah tidak ada lagi."

Ibu J, 54 tahun, Pedagang Perabotan Rumah Tangga, Cinere, Jakarta Selatan - "Pada saat saya gadis, saya berangan - angan ingin punya suami pegawai negeri, yang waktu itu saya merasa menjadi istri pegawai negeri akan lebih terjamin hidupnya dengan adanya pensiun, namun jodoh adalah rahasia Allah SWT, saya akhirnya bersuamikan seorang ajudan pribadi dokter yang tidak memiliki pensiun dan berpenghasilan pas - pasan. Saya sendiri merintis usaha saya mulai dari pasar tradisional yang becek diemperan toko, sampai saat ini saya bisa menyewa toko yang besar. Saya ingin membuatkan asuransi untuk diri saya sendiri dan suami saya, saya ingin pada saat kami (saya dan suami) sudah tidak ada, ada sesuatu yang berarti untuk anak - anak dan cucu kami. Saya ingin punya pensiun, seperti harapan saya waktu masih gadis. Sebelum mas (penulis) datang ke toko saya, saya pernah menanyakan asuransi kepada pemilik toko yang saya sewa ini yang juga seorang agen asuransi, namun entah kenapa, pemilik toko tersebut menolak membantunya, saya terus berdoa kepada Tuhan untuk diberikan jalan, agar mimpi saya tersebut dapat terwujud. Entah kenapa besoknya, saya ditemukan dengan mas yang menawarkan asuransi, awalnya saya berpikir kalau mas itu anak buahnya sipemilik toko, ternyata bukan. Saya bersyukur kepada Allah SWT dengan ditunjukkan jalan dengan mudah untuk menggapai mimpi saya dan suami untuk memiliki pensiun."

Bapak MN, 41 tahun, Pedagang Perabotan Rumah Tangga, Bintaro, Tangerang Selatan, Banten - "Saya sudah merasakan pahit dan senangnya hidup, saya tahu bagaimana rasanya sengsara. Diusia yang bisa dibilang diatas rata - rata saya baru menikah, saat ini anak saya baru satu dan berusia 1 tahun. Saya dulu adalah pedagang pasar malam, saya begitu sibuk untuk memperbaiki kehidupan saya sampai akhirnya saya memiliki sebuah toko di pasar ini. Dengan usia saya ini, saya ingin istri dan anak - anak saya hidup dengan berkecukupan jika saya sudah tidak mampu lagi bekerja atau sudah dipanggil Allah SWT. Bayangkan, pada saat anak saya berusia 25 tahun nanti, saya sudah berusia 65 tahun dan itu baru anak pertama, belum lagi anak kedua dan seterusnya, saya mau mengusahakan sesuatu yang terbaik (bagi mereka), seperti yang sudah saya usahakan, sebelum saya memiliki toko ini dengan keyakinan bahwa dengan memaksakan diri menyisakan keuntungan dari usaha saya yang saat ini bisa dibilang sudah jauh lebih baik, untuk jaminan masa depan mereka nanti. Ini tanggung jawab saya sebagai orang tua dan suami, saya tidak mau ikut terseret ke neraka, jika hidup mereka tidak pantas sepeninggal saya."

Ibu SI, 46 tahun, Single Parent dan Penjual Kerupuk, Bintaro, Tangerang Selatan, Banten - Saya sudah setahun ditinggal suami karena menderita jantung koroner. Suami saya bekerja disuatu perusahaan kontraktor terkenal, yang telah mengerjakan banyak bisnis properti di Jakarta, semasa hidup saya, tidak terpikir oleh saya untuk berdagang kerupuk seperti sekarang ini. Hidup kami serba berkecukupan saat itu, anak kami yang pertama mampu melanjutkan sekolah sampai ke jenjang S1. Pada saat suami saya sakit hingga meninggal, segala biaya pengobatan ditanggung oleh kantor tempat suami saya bekerja, ini sangat meringankan Sekarang saya harus mencukupi kebutuhan rumah tangga dan memastikan kelanjutan pendidikan anak - anak saya. Saya berharap saya mampu menyelesaikan apa yan sudah suami saya usahakan untuk mereka (anak - anaknya). Saya ingin punya asuransi, tapi saat ini hidup saya, sangat pas - pasan, banyak yang musti saya pikirkan saat ini, sewa tempat usaha, uang kuliah dan sekolah anak saya dan uang makan sehari - hari. Nanti begitu saya sudah ada rejeki lebih baik, saya pasti menghubungi mas"

Bapak MZ, 70 tahun, Tidak memiliki pekerjaan tetap, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten -  "Usia saya sudah 70 tahun, saya punya 6 orang anak, istri saya sudah meninggal dunia lebih dahulu. Untuk bertahan hidup, saya membantu keponakan saya disini. Saya ingin anak - anak menghargai saya, selama ini saya hidup boros dan egois, tidak pernah memikirkan secara serius masa depan dan apa yang menjadi harapan mereka. Saat ini anak - anak saya sudah berkeluarga semua dan masing - masing berusaha untuk hidup layak. Saya merasa ini kesalahan saya. Setelah kamu jelaskan bahwa saya memiliki kesempatan untuk meninggalkan sesuatu yang bisa menjadi warisan untuk anak - anak dan cucu saya, walaupun tidak dalam jumlah yang banyak, saya langsung berniat untuk ikut berasuransi. Semoga sedikit yang saya tinggalkan itu, bisa menjadi amanah buat mereka. Saat ini saya mendapatkan 10 - 20 ribu perhari dari keponakan saya, saya ingin menyisihkan 250 ribu untuk ikut berasuransi tiap bulannya, untuk makan saya dapat dari keponakan saya, doakan saya terus sehat dan tetap bisa bayar asuransi dengan lancar."

Ibu C, 71 tahun, Pedagang Perabotan Rumah Tangga, Pasar Rumput, Jakarta Selatan - Pada saat dijelaskan kepadanya bahwa ibu C ini tidak bisa mengajukan asuransi lagi karena kendala usia, ibu C ini menyampaikan keinginan dan harapannya untuk masa depannya. "Saya ingin dikuburkan di kampung halaman saya, tentu ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Saya memiliki satu orang anak dan saya tidak ingin membebani anak atau keluarga dengan keinginan saya itu. Saat ini tiga kios yang saya punya, saya operasikan sendiri, anak tunggal saya ini belum terpanggil hatinya untuk meneruskan usaha saya dan tetap berusaha untuk memiliki penghasilan sendiri tanpa bantuan orang tua, padahal saya merasa sudah cukup tua dan ingin beristirahat dan memberikan kesempatan dari sisa hidup saya untuk mewariskan ilmu yang saya punya untuk anak saya ini." Akhirnya ibu ini mengajukan kepesertaan asuransi ini atas nama anaknya, tapi dia yang bayar, ide ini datang dari dia sendiri padahal saya sudah kehabisan akal saat itu dengan tekad ibu itu ikut berasuransi dan juga dengan keterbatasan usia si ibu, tapi ternyata niatan ibu tersebut ditolak oleh anaknya, karena merasa bahwa asuransi bukan merupakan solusi yang terbaik untuk ibunya dan sekali lagi ibu itu mengajukan ide untuk menabung 100ribu rupiah per bulan untuk dikelola oleh saya, sehingga uang tersebut dapat dimanfaatkan untuk mencapai cita - cita ibu tersebut.

Akang T, 29 tahun, Pemilik Rumah Makan Padang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan - "Saya mau ikut asuransi, pertama - tama karena saya ingin keluarga saya memiliki tabungan, sebagai pedagang, penghasilan saya tidak tetap, pasti ada pasang surutnya dan pada saat saya sakit, saya tidak mau menyusahkan mereka. Saya sangat mencintai istri dan anak saya, bukan suatu jalan yang mulus untuk dapat meminang wanita yang saat ini menjadi istri saya dan kamipun dikaruniai rejeki seorang anak yang saat ini tumbuh sehat dan pintar. Saya ingin keadaannya selalu seperti ini. Yang kedua karena saya melihat adik saya sakit dan berobat di RSUP Jakarta Selatan dan semua biaya pengobatannya diganti oleh asuransi. Ini menguatkan saya untuk berasuransi, karena dengan cara ini saya bisa seperti apa yang saya mau. Adik saya menderita paru - paru, total biaya pengobatannya di rumah sakit selama 2 minggu mencapai 25 juta dan masih berobat jalan sampai sekarang. Saya membayangkan jika keadaan serupa menimpa saya, rumah makan saya akan tutup selama 2 minggu dan saya harus mengeluarkan biaya yang besar untuk biaya pengobatan saya."

Ibu ST, 52 tahun, Penjual busana muslim, Cileduk, Tangerang Selatan, Banten - "Saat ini, saya menjadi tulang punggung keluarga, suami saya tidak memiliki penghasilan tetap sedangkan 2 anak saya sedang menyelesaikan kuliah mereka. Saya ingin memiliki asuransi kesehatan, karena saya banyak memiliki pengalaman dari teman dan keluarga saya yang kehidupannya menjadi sulit setelah salah satu anggota keluarganya yang sakit, termasuk suami saya yang menderita jantung koroner dan akhirnya kehilangan pekerjaannya. Untuk tahap awal saya akan mengasuransikan kesehatan saya terlebih dahulu, nanti kalau rejeki saya terus membaik saya akan tambahkan nilai premi saya dan ikut dalam investasi. Buat saya, saat ini kesehatan saya adalah segala - galanya. Oleh karena itu saya agak detail untuk memastikan bahwa saya akan mendapatkan asuransi seperti yang saya inginkan dan segala sesuatu kedepannya sesuai apa yang mas jelaskan."

Masih banyak. testimoni yang bisa disampaikan, kurang lebih ada lebih dari 100 testimonial yang bisa dibagikan, namun dari 9 testimoni  diatas, saya bisa tarik satu kesamaan yaitu:
  1. Mereka yang memutuskan untuk berasuransi, adalah mereka yang merasa bertanggungjawab dengan masa depan dan kehidupan orang - orang yang mereka cintai.
  2. Mereka belajar dari apa yang mereka alami dan tidak ingin membuat kesalahan kedua, termasuk belajar dari pengalaman orang lain.
  3. Mereka yang memutuskan untuk berasuransi, adalah mereka yang memiliki itikad murni yang baik untuk keluarganya.
  4. Mereka yang memutuskan untuk berasuransi adalah mereka yang mampu menghargai apa yang telah mereka dapatkan.
  5. Masih banyak dari mereka yang mulai sadar untuk berasuransi dan berinvestasi, pada saat usia mereka telah lanjut.
Mudah - mudahkan yang membaca testimoni ini adalah bagian dari orang - orang yang memiliki semua yang positif dalam hidupnya dan sudah memikirkan masa depan sejak usia muda.

Semoga bermanfaat.

Pin It!

No comments:

Post a Comment

Thank you to leave a comment for berasuransi. We will get back to you as soon as possible. Have a great day!